Delapan atau sembilan
tahun yang lalu, untuk pertama kalinya saya berangan-angan untuk melakukan
perjalanan petualangan ke gunung. Mendaki bukit dari lembah hingga ke puncak,
menyusuri sungai sambil sesekali meminum airnya, bersandar pada rubuhan pohon
besar yang lapuk, berjaket tebal dan berkupluk layaknya mausia-manusia gunung,
dan menikmati matahari terbit dari puncaknya.
Semua angan-angan
muncul setelah untuk yang ke-3 kalinya saya menonton film GIE karya Riri Riza,
dimana Ia menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda idealis yang hobi
berpetualang. Ya itu saja sudah cukup menginspirasi bagi saya. Meskipun di
tahun-tahun sebelumnya saya pernah menonton beberapa film bergenre petualangan
seperti Farther That The Eye Can See
hingga Petualangan Sherina, tapi GIE memiliki tempatnya sendiri. Dari film yang
sama juga kemudian muncul pertanyaan “bagaimanakah caranya bertualang?”
walaupun GIE bukanlah film bergenre petualangan.
Tapi tulisan disini
bukan untuk membahas “saya”.
Beberapa tahun
setelahnya banyak produsen-produsen film berkaliber internasional dan nasional
memproduksi film-film yang bergenre petualangan, sebut saja In To The Wild yang dirilis tahun 2007
dari buku yang berjudul sama yang ditulis oleh Sean Penn. Kemudian yang begitu
fenomenal melecut keinginan banyak orang untuk berpetualang adalah film “5 Cm”
yang diadopsi dari novel populer berjudul sama, yang dikarang oleh Donny
Dhirgantoro pada tahun 2005, namun baru pada penghujung 2012 akhirnya cerita
ini dirilis ke layar lebar. “5 Cm” menceritakan 5 orang sahabat yang gemar
melakukan petualangan, hingga akhirnya mereka harus berhadapan dengan
“keseruan” petualangan di Mahameru. Ya silakan ditonton saja sendiri.
Entah bagaimana dan
siapa yang mempopulerkan kebiasaan berpindah tempat untuk menikmati perbedaan
suasana alam dan budaya dari rumah dengan tempat tujuan. Entah bagaimana pula
awalnya kegiatan jalan-jalan kini menjadi budaya bagi masyarakat modern. Jika
mau dirunutkan, dan kalaupun saya berhasil menuliskannya, mungkin saya adalah
seorang dengan gelar Doctor di bidang Antropologi Wisata dan Revolusi Budaya.
Atau mungkin kaum Hippie yang menjadi nenek moyang budaya berpindah tempat
hanya untuk sekedar menyesap ganja dan teler.
Bagaimanapun,
jalan-jalan, travelling, backpackeran,
ngelayab, dolan dan lain-lain kata yang merujuk ke kegiatan berpindah untuk
sementara waku dalam waktu yang tidak terlalu lama ke alam tebuka atau kota
lainnya dengan terrencana maupun tidak, dengan biaya yang mahal atau murah
untuk me-re-kreasi, refreshing,
memenuhi libido ingin tahu, “nyobain”, telah mendapatkan tempat khusus di
pembukuan pengeluaran masyarakat dewasa ini. Seperti mandi, walaupun jarang tapi harus.
Untuk itu kegiatan
jalan-jalan tentunya harus diimbangi dengan wawasan dan pengetahuan. Bagaimana
memulainya, apa yang harus disiapkan, selain menentukan tujuan dan kegiatan di
tempat tujuan. Pengetahuan-pengetahuan dasar tadi perlu dimiliki sebagai aset
berharga agar seorang backpackerian bisa
total menikmati perjalanannya.
Secara sadar kami
sepenuhnya menyadari bahwa setiap orang bisa bertualang, namun sangat
disayangkan jika petualangan dan rekan-rekannya tadi tidak diimbangi dengan travelling knowledge yang mencukupi,
hingga pada akhirnya kita kerap membaca artikel-artikel tentang rusaknya tempat
wisata, vandalisme, sampah yang berserakan di Ranu Kumbolo dan cerita-cerita
minor lainnya. “Karena Setiap Orang Bisa Bertualang”. Ya. Seperti kalimat itu,
akhirnya kami memutuskan untuk membuka wadah ini, sebagai sarana belajar dan
memperkaya pengalaman dalam jalan-jalan. Berawal dari pengalaman kami pribadi,
kami yakin setiap orang bisa bertualang. Pada awalnya kami akan sama dengan
para pendahulu kami, hanya saja kami membuat sebuah perbedaan dengan menjadi
rekan yang mengajarkan bagaimana cara bertualang yang aman untuk kemudian
mendapatkan kenyamanan dan kepuasan. Sambil bermain kita bisa sambil belajar,
sambil belajar kita lakukan dengan sambil bermain.
Kedepannya, dalam
berkegiatan bersama kami “Jalan Riang Tourism Organizer”, kalian akan juga kami
bekali dengan travelling knowledge. Dengan harapan kalian bisa melakukannya
sendiri ataupun bersama komunitas. Namun dengan syarat, kalian juga harus
mengajarkan travelling knowledge tadi
kepada yang lainnya, agar tercipta lingkungan wisata dengan para wisatawan yang
cerdas, yang tidak hanya menikmati, tapi juga merawati.
Untuk awalnya kami
mengajak bagi siapapun kalian disana yang mau bergabung dan belajar sambil
bermain bersama kami, bagaimana kalau kita jalan-jalan ke Gunung Papandayan,
Garut, Jawa Barat. Pada tanggal 6-8 Desember 2014.
“Karena Setiap Orang Bisa Bertualang”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar